Pantollo Pammarasan
Pantollo Pamarrasan yang terkenal adalah salah satu kuliner Toraja yang lezat. Pantollo Pamarassan adalah rebusan. Bagian utama dari makanan ini adalah daging. Bisa berupa daging kerbau, babi, ayam, ikan air tawar atau lele. Meski Pantollo Pamarssan aslinya dibuat dengan daging babi Anda dapat menemukan versi modern dari makanan ini. Misalnya beberapa koki menggunakan udang atau dendeng.
Pantollo Pamarrasan dimasak dalam kombinasi yang istimewa dari daun-daun herbal dan rempah-rempah yang memberikan warna hitam yang unik. Pengunjung ke Toraja yang cukup familiar dengan masakan Indonesia sering mengkomparasikan Pantollo Pamarrasan dengan Rawon daging sapi rebus. Kedua masakan ini memang mirip, meski kuah yang digunakan untuk Pantollo Pamarassan jauh lebih kental dari pada Rawon.
Kluwak, tanaman asli Asia Tenggara, adalah salah satu bahan utama dari sup ini. Kluwak inilah yang membuat Pantollo Pamarassan berwarna hitam. Bahan lainnya yang digunakan adalah bawang merah, cabai, jahe, lengkuas, dan sejumput garam.
Pantollo Pamarassan lezat ditaburi dengan daun bawang dan biasanya disajikan dengan nasi atau sagu dan sayuran, adalah hidangan yang tidak boleh dilewatkan ketika Anda mengunjungi Tana Toraja.
Pa’Piong
Pa’piong adalah salah satu masakan Toraja yang populer, di mana proses memasak daging (babi, ayam, ikan, kerbau) dipanggang di dalam bambu. Daging dimasak dengan campuran rempah-rempah seperti kelapa parut, daun bawang, serai, merica, bawang putih dan daun Miana.
Semua bahan dicampur dan dibungkus daun Miana, ditaruh di dalam bambu dan dipanggang ala barbeque di atas api selama satu setengah jam, hingga permukaan bambu menghitam atau terbakar hangus. Sebuah bambu dengan panjang 10cm cukup untuk menampung 8-10 bungkus Pa’piong.
Minuman Tradisional / Ballo’
Ballo’ adalah minuman tradisional dalam bentuk fermentasi aren yang biasa disajikan di dalam tabung bambu. Ini merupakan buatan rumah yang terdiri dari sedikit kandungan alkohol terbuat dari sadapan pohon aren (Nira dalam bahasa daerah). Getah diekstrak dan dikumpulkan dari bunga aren yang dipotong di mana sebuah wadah diikatkan ke tangkai pohon. Cairan putih yang muncul pertama cenderung sangat manis dan tidak mengandung alkohol sebelum difermentasi.
Ada dua rasa dari minuman ini; manis dan asam. Tergantung pada proses fermentasi dan kualitas pohon aren itu sendiri.
Minuman tradisional ini biasanya disajikan pada upacara adat (Rambu Tuka’ & Rambu Solo’) di mana semua anggota keluarga berkumpul. Minuman ini dipercaya akan menjaga suhu tubuh panas dalam tubuh, menambah energi dan memperpanjang hidup.
Meski minuman tradisional ini alami dan mengandung sedikit alkohol, kekuatannya berbeda antar minuman, disarankan untuk meminum dalam jumlah yang tidak berlebihan.